Kartini dan Kebaya

Pada hari Kartini di tempatku diwajibkan memakai kebaya, mulai dari anak TK sampai SMA semuanya memakai kebaya. Dulu sewaktu saya masih sekolah, ibulah orang yang paling sibuk saat hari Kartini. Saat saya TK, ibu yang mendandani saya, waktu itu saya masih kecil, jadi saya mau saja dirias sama ibu, tapi setelah saya SD, saya tidak mau dirias sama ibu, karena muka saya jadi aneh. Ibu memakaikan bedak terlalu tebal. Sejak saat itu, saya mau dirias di salon saja, dari pada di sekolah ditertawakan sama teman-teman. Nah, sejak itulah ibu jadi orang yang paling sibuk mencarikan salon untuk saya. Karena biasanya salon sudah penuh dengan antrian.

Saya pernah bertanya sama ibu, kenapa kalau hari Kartini harus memakai kebaya? Kata ibu karena pada zaman dulu Kartini juga memakai kebaya. Dan seperti saat ini, dari tadi saya sudah melihat gadis-gadis cantik berkebaya lewat di depan saya. Jadi mengingatkan saya saat sekolah dulu. Dini hari sudah antri di salon untuk dipasangi sanggul. Setelah selesai didandani, biasanya saya malu melihat muka saya. Saat ini Pelangi juga didandani kayak saya dulu, adik saya ini terlihat lebih dewasa dari usianya yang baru sebelas tahun.  Saat  SMA kebetulan saya mewakili kelas saya untuk mengikuti lomba. Kebetulan di sekolah saya setiap hari Kartini selalu diadakan lomba. Tentu saja berbagai lomba, dan saya selalu kebagian mewakili lomba membuat lukisan kaligrafi, dan alhamdulillah selalu menang 🙂

adik saya Pelangi

Karena ini hari yang sangat spesial, maka saya perlihatkan muka jelek saya , sebenarnya saya memang tidak terlalu suka berfoto, ya karena saya sadar, dengan wajah pas-pasan saya 🙂

saya sedang berkebaya

Semoga kita tidak hanya menyontoh kebaya dan sanggul RA. Kartini, tapi juga semangat juangnya, dan melanjutkan cita-cita beliau. RA. Kartini adalah  tokoh emansipasi wanita Indonesia, lahir di Mayong Jepara pada 21 april 1879. Ayahnya adalah bupati Jepara bernama RM Adipati Aria Sosroningrat.  Beliau inilah yang memperjuangkan hak-hak kita sebagai perempuan yang harus disamakan dengan laki-laki. Karena di zamannya pada akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita Indonesia belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Wanita tidak boleh lebih pintar dari kaum laki-laki. Wanita dilarang sekolah tinggi-tinggi.

Kartini hanya mengenyam pendidikan E.L.S (Eorapase Legere School) atau setara dengan Sekolah Dasar. Sebenarnya beliau ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu HBS, namun ayahnya melarangnya. Karena kartini sudah menamatkan sekolah dasar, maka kartini menjalani masa pingitan sampai tiba saaatnya untuk menikah. Meskipun Kartini dipingit, semangatnya untuk terus belajar dan memperjuangkan haknya wanita tidak pernah pudar. Dulu yang diperbolehkan sekolah cuma kalangan bangsawan saja. Sementara rakyat biasa dilarang untuk sekolah. Sejak itulah diapun bertekad untuk memajukan wanita bangsanya melalui didirikannya sekolah di serambi pendopo untuk para gadis di Jepara. Di sekolah itu diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak dan sebagainya. Dan sekolah itu juga gratis.

Kartini gemar sekali membaca buku, dan ia juga bergaul dengan berbagai kalangan. Ia mempunyai banyak teman  baik dalam negeri maunpun di negri Belanda. Kartini juga peduli terhadap seni, terutama seni batik dan ukir kayu. Kartinilah yang pertama kali mengenalkan kerajinan ukir dari jepara kepada sahabat-sahabatnya di Eropa, terutama dinegeri Belanda, sehingga ukiran Jepara bisa dikenal di Eropa.  Ia sering mencurahkan isi hatinya kepada para sahabatnya. Alah satunya adalah Mr JH Abendenon, seorang pejabat Hindia Belanda. Ia merasa iri dengan kemajuan wanita negri Belanda. Betapa kaumnya sangat jauh tertinggal.

Dan demi memajukan cita-citanya itu Kartini berkeinginan untuk mengikuti sekolah guru di negri Belanda, agar ia bisa menjadi pendidik yang lebih baik. Namun keinginan itupun dilarang oleh ayahnya. Guna mencegah kepergian Kartini, kemudian ayahnya memaksanya untuk menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang bupati Rembang.

Meskipun menikah, semangat Kartini tak pernah surut. Keinginan untuk membuat wanita menjadi lebih pintar tetap menggebu, sehingga ia pun mendirikan sekolah di Rembang. Langkah Kartini terdengar oleh seluruh negri dan menjadi pengobar semangat, sehingga sekolah Kartini didirikan di  Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon bermunculan mengikuti langkahnya.

Apa yang dilakukan Kartini sangat besar pengaruhnya bagi bangsa ini, namun sayang sekali, Allah telah menggariskan usianya hingga sampai usia 25 tahun saja. Kartini wafat saat melahirkan putera pertamanya pada tanggal 17 september 1904. Dan setelah tujuh tahun wafatnya RA Kartini, kumpulan surat-suratnya diterbitkan di negri Belanda dengan judul “Door Duisternis tot licht” atau dalam bahasa Indonesia “Habis Gelap Terbitlah Terang”, selain dalam bahasa Belanda dan Indonesia, buku tersebut juga diterbitkan dalam bahasa Inggris, Perancis, Rusia, Melayu dan Arab.  Berkat jasa RA Kartini, kini wanita Indonesia bisa mengenyam pendidikan setara dengan pria.

(dari berbagai sumber)

34 thoughts on “Kartini dan Kebaya

  1. Pada dasarnya, membaca Kartini hanya dari surat-suratnya tidaklah bisa tepat menggambarkan Kartini yang sesungguhnya. Sisi psikologis Kartini ketika menulis surat menjadi pertimbangan yang tak mungkin diabaikan.

  2. telat sekali klo mau ngucapin selamat hari kartini sekarang 🙂 tp, sepakat mbak yang penting kita mencontoh semangat ibu kartini.

Leave a reply to Yui Cancel reply